Ketika PT Alam Abadi Jaya akan mendirikan salah satu
pabriknya di tengah-tengah lingkungan masyarakat
wilayah Cirebon, PT ini membutuhkan seorang Public Relations yang handal untuk menganalisis, mengetahui keiginan publik, dan
mengkomunikasikannya dengan publik, mengenai apa yang diharapkan dan dibutuhkan publik jika
perusahaan tersebut telah berdiri di lokasi itu. Disini PR harus menjelaskan
informasi yang sebenarnya kepada publik atau masyarakat Cirebon mengenai
identitas perusahaan PT. Alam Abadi Jaya yang akan mendirikan salah satu pabriknya di lokasi itu. Selain itu, PR juga harus
bisa menginformasikan mengenai dampak yang terjadi saat pabrik itu telah berdiri di lingkungan masyarakat
Cirebon, baik itu dampak postitif maupun negatifnya. PR harus mengkomunikasikan keinginan publik pada perusahaan, agar perusahaan bisa
menyesuaikan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jika diantara Perusahaan dan
Masyarakat sudah ada kesepakatan mengenai pendirian pabrik ini, maka tugas PR adalah menjaga hubungan
ini agar tetap berlangsung harmonis, aman, dan tidak terjadi kesalah pahaman. Jadi profesi PR merupakan
profesi yang mulia, karena mewakili kepentingan publik, menganalisis keinginan publik, yang
didasarkan pada etika, kejujuran, kebenaran, dan kepercayaan.
Namun, seorang public relation juga bisa melakukan kesalahan. Berikut ini saya akan memberikan contoh kasus sebuah perusahaan menggunakan public relation yang melanggar kode etik :
KASUS
LUMPUR LAPINDO BRANTAS DI SIDOARJO JAWA TIMUR
Lapindo Brantas, Inc (LBI) bergerak
di bidang usaha eksplorasi dan produksi migas di Indonesia yang beroperasi
melalui skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di blok Brantas, Jawa Timur.
LBI melakukan eksplorasi secara komersil di 2 wilayah kerja (WK) di darat dan 3
WK lepas pantai dan saat ini total luas WK Blok Brantas secara keseluruhan
adalah 3.042km2. Sementara komposisi jumlah Penyertaan Saham (Participating
Interest) perusahaan terdiri dari Lapindo Brantas Inc. (Bakrie Group)
sebagai operator sebesar 50%, PT Prakarsa Brantas sebesar 32% dan Minarak
Labuan Co. Ltd (MLC) sebesar 18%. Dari kepemilikan sebelumnya, walaupun
perizinan usaha LBI terdaftar berdasarkan hukum negara bagian Delaware di
Amerika Serikat, namun saat ini 100% sahamnya dimiliki oleh pengusaha nasional.
Saya akan membahas kasus PT Lapindo
Brantas yang menyewa praktisi public relations untuk
memberikan dan menyebarkan informasi mengenai semburan lumpur yang berada di
Sidoarjo, Jawa Timur. Pada tanggal 26 Mei 2006 lumpur panas menyembur dari
dalam tanah yang berdekatan dengan sumur Banjar Panji milik PT Lapindo Brantas.
Semburan lumpur yang terus menerus keluar dan belum bisa tertangani ini telah
menutup kawasan pemukiman penduduk, area pesawahan dan puluhan pabrik yang
berada di daerah Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Dalam kasus semburan lumpur ini,
pihak dari PT. Lapindo Brantas membantah bahwa semburan lumpu tersebut bukan
dari pengeboran yang dilakukan oleh pihak PT. Lapindo Brantas tetapi semburan
lumpur tersebut diakibatkan dari gempa bumi yang berasal dari Yogyakarta. PT.
Lapindo Brantas pun menyewa perusahaan PR untuk melakukan klarifikasi dan
mengundang beberapa para ahli geologi untuk meneliti apa yang menyebabkan
semburan lumpur itu terjadi. PR Lapindo dan beberapa para ahli geologi
mengumumkan hasilnya bahwa yang terjadi pada semburan lumpur tersebut merupakan
dari bencana alam bukan dari human error dari pihak PT Lapindo
Brantas. Cara tersebut dilakukan oleh pihak PT Lapindo Brantas agar pertanggung
jawaban ganti rugi dilimpahkan oleh pemerintah bukan dari PT. Lapindo Brantas
itu sendiri. Dan selain dari pernyataan dari pihak PR Lapindo brantas dan beberapa
ahli geologi, PT. Lapindo Brantas didukung oleh media penyiaran yang dimiliki
oleh Bakrie Group seperti ANTV dan TV One. Tetapi disisi lain, ada seorang ahli
geologi yang terlibat dalam konferensi yang bernama Richard Davies, ia
menyatakan bahwa semburan lumpur tersebut adalah sebuah mud volcano yang
merupakan hasil remobilisasi sedimentasi laut jutaan tahun laluadalah tidak
benar dan Richard Davies menyatakan bahwa lumpur tersebut disebabkan oleh
operasi pemboran.
Berdasarkan kasus tersebut yang dialami
oleh PT Lapindo Brantas, sikap PR PT Lapindo Brantas tidak sesuai dengan etika
PR dan melanggar kode etik PR. Seperti yang kita ketahui bahwa PR adalah, menurut Cutlip, Scott M., et. Al (2009:6) dalam
bukunyaEffective Public Relations, definisi Public Relations (PR)
merupakan fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik
dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang mempengaruhi kesuksesan
atau kegagalan organisasi tersebut. Kode
etik Public Relations menurut Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia
yaitu:
- Pasal 1: Norma – norma Perilaku Profesional
Dalam menjalankan kegiatan
profesionalnya, seorang anggota wajib menghargai kepentingan umum dan menjaga
harga diri setiap anggota masyarakat. Menjadi tanggung jawab pribadinya untuk
bersikap adil dan jujur terhadap klien, baik yang mantan maupun yang sekarang,
dan terhadap sesama anggota asosiasi, anggota media komunikasi serta masyarakat
luas.
- Pasal 2: Penyebarluasan Informasi
Seorang anggota tidak akan
menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggung jawab, informasi yang
palsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras
mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban untuk menjaga
integritas dan ketepatan informasi.
- Pasal 3: Media Komunikasi
Seorang anggota tidak akan
melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media
komunikasi.
- Pasal 4: Kepentingan yang Tersembunyi
Seorang anggota tidak akan melibatkan
dirinya dalam kegiatan apa pun yang secara sengaja bermaksud memecah belah atau
menyesatkan, dengan cara seolah – olah ingin memajukan suatu kepentingan
tertentu, padahal sebaliknya justru ingin memajukan kepentingan yang lain yang
tersembunyi. Seorang anggota berkewajiban untuk menjaga agar kepentingan sejati
organisasi yang menjadi mitra kerjanya benar-benar terlaksana secara baik.
- Pasal 5: Informasi Rahasia
Seorang anggota (kecuali apabila
diperintahkan oleh aparat hukum yang berwenang) tidak akan menyampaikan atau
memanfaatkan informasi yang diberikan kepadanya, atau yang diperolehnya, secara
pribadi dan atas dasar kepercayaan, atau yang bersifat rahasia, dari kliennya,
baik di masa lalu, kini atau di masa depan, demi untuk memperoleh keuntungan
pribadi atau untuk keuntungan lain tanpa persetujuan jelas dari yang
bersangkutan.
- Pasal 6: Pertentangan Kepentingan
Seorang anggota tidak akan mewakili
kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan atau yang saling bersaing,
tanpa persetujuan jelas dari pihak - pihak yang bersangkutan, dengan terlebih
dahulu mengemukakan fakta-fakta yang terkait.
- Pasal 7: Sumber-sumber Pembayaran
Dalam memberikan jasa pelayanan
kepada kliennya, seorang anggota tidak akan menerima pembayaran, baik tunai
atau pun dalam bentuk lain, yang diberikan sehubungan dengan jasa-jasa
tersebut, dari sumber manapun, tanpa persetujuan jelas dari kliennya.
- Pasal 8: Memberitahukan Kepentingan Keuangan
Seorang anggota, yang mempunyai
kepentingan keuangan dalam suatu organisasi tidak akan menyarankan klien atau
majikannya untuk memakai organisasi tersebut atau pun memanfaatkan jasa - jasa
organisasi tersebut, tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepentingan keuangan
pribadinya yang terdapat dalam organisasi tersebut.
- Pasal 9: Pembayaran Berdasarkan Hasil Kerja
Seorang anggota tidak akan mengadakan
negosiasi atau menyetujui persyaratan dengan calon majikan atau calon klien,
berdasarkan pembayaran yang tergantung pada hasil pekerjaan Public
Relations tertentu di masa depan.
- Pasal 10: Menumpang tindih pekerjaan orang lain
Seorang anggota yang mencari
pekerjaan atau kegiatan baru dengan cara mendekati langsung atau secara
pribadi, calon majikan atau calon langganan yang potensial, akan mengambil langkah-langkah
yang diperlukan untuk mengetahui apakah pekerjaan atau kegiatan tersebut sudah
dilaksanakan oleh anggota lain. Apabila demikian, maka menjadi kewajibannya
untuk memberitahukan anggota tersebut mengenai usaha dan pendekatan yang akan
dilakukannya terhadap klien tersebut.
- Pasal 11: Imbalan kepada Karyawan Kantor Umum
Seorang anggota tidak akan menawarkan
atau memberikan imbalan apapun, dengan tujuan untuk menunjukan kepentingan
pribadinya (atau kepentingan klien), kepada orang yang menduduki suatu jabatan
umum, apabila hal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat luas.
- Pasal 12: Mengkaryakan Anggota Parlemen
Seorang anggota yang memperkerjakan
seorang anggota parlemen, baik sebagai konsultan ataupun pelaksana, akan
memberitahukan kepada Ketua Asosiasi tentang hal tersebut maupun tentang jenis
pekerjaan yang bersangkutan. Ketua asosiasiakan mencatat hal tersebut dalam
suatu buku catatan yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut. Seorang anggota
asosisasi yang kebetulan juga menjadi anggota parlemen, wajib memberitahukan
atau memberi peluang agar terungkap, kepada kerua, semua keterangan apapun
mengenau dirinya.
- Pasal 13: Mencemarkan anggota-anggota lain.
Seorang anggota tidak akan dengan
itikad buruk mencemarkan nama baik atau praktek profesional anggota lain.
- Pasal 14: Intruksi atau perintah pihak-pihak lain
Seorang anggota yang secara sadar
mengakibatkan atau memperbolehkan oang atau organisasi lain untuk bertindak
sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan kode etik ini, atau turut secara
pribadi ambil bagian dalam kegiatan semacam itu, akan dianggap telah melanggar
kode ini.
- Pasal 15: Nama baik profesi
Seorang anggota tidak akan
berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama baik asosiasi, atau
profesi public relations.
- Pasal 16: Menjunjung tinggi kode etik
Seorang anggota wajib menjunjung
tinggi kode etik ini, dan wajib bekerja sama dengan anggota lain dalam
menjunjung tinggi kode etik, serta dalam melaksanakan keputusan-keputusan
tentang hal apapun yang timbul sebagai akibat dari diterapkannya keputusan
tersebut. Apabila seorang anggota, mempunyai alasan untuk berprasangka bahwa
seorang anggota lain terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat merusak kode
etik ini, maka ia berkewajiban untuk memberitahukan hal tersebut kepada
asosiasi. Semua anggota wajib mendukung setiap anggota yang menerapkan dan
melakasanakan kode etik ini.
- Pasal 17: Profesi lain
Dalam bertindak untuk seorang klien
atau majikan yang tergabung dalam suatu profesi, seorang anggota akan
menghargai kode etik dari profesi tersebut dan secara sadar tidak akan turut
dalam kegiatan apapun yang dapat mencemarkan kode etik tersebut.
Dari beberapa kode etik Public Relations tersebut, PR PT
Lapindo Brantas tersebut melanggar kode etik Public Relations.
Seperti yang tertera pada pasal 2 yang menjelaskan tentang peyebarluasan
informasi, “Seorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan
tidak bertanggung jawab, informasi yang palsu atau yang menyesatkan, dan
sebaliknya justru akan berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal
tersebut. Ia berkewajiban untuk menjaga integritas dan ketepatan informasi”.
Seharusnya PR PT lapindo Brantas ini tidak memberikan informasi yang tidak
benar kepada publik bahwa lumpur tersebut dikarenakan timbul karena bencana
alam bukan karena human erorr. Pasal 3 yang menjelaskan
tentang media komunikasi “Seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang
dapat merugikan integritas media komunikasi”.
Disini PR PT Lapindo Brantas
menginformasikan melalui media komunikasi, dan didukung oleh penyiaran media
penyiaran televisi milik Bakrie Group untuk memberitakan bahwa berita tersebut
disebabkan oleh bencana alam, dan dapat dikatakan juga PT Lapindo Brantas
menciptakan opini public sendiri mengenai masalah lumpur lapindo itu sendiri
agar tidak menjatuhkan citra dari PT Lapindo Brantas,. Dan juga dalam pasal 15
tentang nama baik profesi “Seorang anggota tidak akan berperilaku sedemikian
rupa sehingga merugikan nama baik asosiasi, atau profesi public
relations, PR PT Lapindo Brantas tidak menjaga nama baik profesinya
tersebut seharusnya seorang praktisiPublic Relations harus
menjunjung kode etik profesinya tersebut dan harus profesional dalam
bekerja. PR yang cerdas adalah PR yang mempunyai perencanaan yang baik dalam
menjalankan setiap aktivitas-aktivitas tersebut guna membangun citra yang
positif ke masyarakat. Image
seorang public relations ikut mempengaruhi image dari
perusahaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, seorang public relations harus
menjalani profesinya dengan benar dan tidak mengaburkan konsep awal yang
dilansir oleh para pendiri Public Relations. Menurut Howard
Stephenson, PR yang dapat dinilai sebagai suatu profesi, dalam praktiknya
merupakan seni keterampilan atau memberikan pelayanan tertentu berdasarkan
kualifikasi pendidikan dan pelatihan serta memiliki pengetahuan yang memadai
yang harus sesuai dengan standar etika profesi (Ruslan. 2004:51). Seseorang
yang memiliki profesi berarti memiliki ikatan batin dengan pekerjaannya.
Ciri-ciri yang melekat pada profesi, khususnya profesi PR adalah:
a. Memiliki skill atau
kemampuan, pengetahuan tinggi yang tidak dimiliki oleh orang umum lainnya, baik
itu diperoleh dari hasil pendidikan maupun pelatihan yang diikutinya, ditambah
pengalaman secara bertahun-tahun yang telah ditempuh sebagai professional.
b. Memiliki kode
etik yang merupakan standar moral bagi setiap profesi yang dituangkan secara
formal, tertulis, dan normative dalam suatu bentuk aturan main dan perilaku ke
dalam “kode etik”, yang merupakan standar atau komitmen moral perilaku (code of
conduct) dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban secara profesi dan fungsi yang
memberikan bimbingan, arahan, serta memberikan jaminan dan pedoman bagi profesi
yang bersangkutan untuk tetap taat dan mematuhi kode etik tersebut.
c. Memiliki
tanggung jawab profesi dan integritas pribadi yang tinggi baik terhadap dirinya
sebagai penyandang profesi Humas/PR, maupun terhadap publik, klien, pimpinan,
organisasi perusahaan, penggunaan media umum/massa hingga menjaga martabat
serta nama baik bangsa dan negaranya.
d. Memiliki jiwa
pengabdian kepada publik atau masyarakat dengan penuh dedikasi profesi luhur
yang disandangnya. Dalam mengambil keputusan meletakkan kepentingan pribadinya
demi kepentingan masyarakat, bangsa dan negaranya. Memiliki jiwa pengabdian dan
semangat dedikasi tinggi tanpa pamrih dalam memberikan pelayanan jasa keahlian
dan bantuan kepada pihak lain yang memang membutuhkannya.
e. Otonomisasi
organisasi professional, yaitu memiliki kemampuan untuk mengelola (manajemen)
organisasi humas yang mempunyai kemampuan dalam perencanaan program kerja
jelas, strategis, mandiri, dan tidak tergantung pihak lain serta sekaligus
dapat bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, dapat dipercaya dalam
menjalankan operasional, peran, dan fungsinya. Di samping itu memiliki standar
dan etos kerja yang tinggi.
f. Menjadi
anggota salah satu organisasi profesi sebagai wadah untuk menjaga
eksistensinya, mempertahankan kehormatan dan menertibkan perilaku standar
profesi sebagai tolok ukur agar tidak dilanggar. Selain organisasi sebagai
tempat berkumpul, fungsi lainnya adalah sebagai wacana komunikasi untuk saling
menukar informasi, pengetahuan, dan membangun rasa solidaritas sesama rekan
anggota
Seorang Public Relations merupakan sebagai perantara antara
pimpinan organisasi dengan publiknya, baik dalam membina hubungan masyarakat
internal maupun eksternal(Ruslan, 1998:15). PR pun memiliki peran dan fungsi nya masing-masing.
Peran PR merupakan salah satu kunci penting untuk pemahaman fungsi PR dan
komunikasi organisasi. Ada beberapa fungsi dominan yang harus dilaksanakan
seorang PR antara lain berperan sebagai:
a. Technician
Communication
Kebanyakan praktisi masuk ke bidang ini sebagai
teknisi komunikasi. Deskripsi kerja dalam lowongan pekerjaan biasanya
menyebutkan keahlian komunikasi dan jurnalistik, sebagai syarat. Teknisi
komunikasi disewa untuk menulis dan mengedit newsletter karyawan,
menulis news release dan feature, mengembangkan
isi web, dan menangani kontak media. Praktisi yang melakukanm peran ini
biasanya tidak hadir disaat manajemen mendefinisikan problem dan memilih
solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan komunikasi dan
mengimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui secara menyeluruh
motivasi atau tujuan yang diharapkan. Meskipun mereka tidak hadir saat diskusi
tentang kebijakan baru atau keputusan manajemen baru, merekalah yang diberi tugas
untuk menjelaskannya kepada karyawan dan pers.
b. Expert
Prescriber Communication
Ketika para praktisi mengambil peran sebagai
pakar/ahli, orang lain akan menganggap mereka sebagai otoritas dalam persoalan
PR dan solusinya. Manajemen puncak menyerahkan PR di tangan para ahli dan
manajemen biasanya mengambil peran pasif saja. Praktisi yang beroperasi sebagai
praktisi pakar bertugas mendefinisikan masalah, mengembangkan program, dan
bertanggung jawab penuh atas implemetasinya.
c. Communication
Facilitator
Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi
adalah sebagai pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi.
Fasilitator komunikasi bertindak sebagai perantara, interpreter, dan mediator
antara organisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan
memfasilitasi percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan
menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi
informasi yang dibutuhkan oleh baik itu manajemen maupun publik untuk membuat
keputuasan demi kepentingan bersama. Praktisi yang berperan sebagai fasilitator
komunikasi ini bertindak sebagai sumber informasi dan agen kontak resmi antara
organisasi dan publik. Mereka menengahi interaksi, menyusun agenda dan
memperbaiki kondisi-kondisi yang menganggu hubungan komunikasi di antara kedua
belah pihak. Fasilitator komunikasi menempati peran di tengah-tengah dan
berfungsi sebagai penghubung antara organisasi dan publik.
d. Fasilitator
Pemecah Masalah
Ketika praktisi melakukan peran ini, mereka
berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah.
Mereka menjadi bagian dari tim perencanaan strategis. Kolaborasi dan musyawarah
dimulai dengan persoalan pertama dan kemudian sampai ke evaluasi program final.
Praktisi pemecah masalah membantu manajer lain untuk dan organisasi untuk
mengaplikasikan PR dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai untuk
memecahkan problem organisasional lainnya.
- Fungsi Public
Relations:
Rosady Ruslan dalam bukunya Manajemen Public Relations
dan Manajemen Komunikasi menjelaskan bahwa PR merupakan alat manajemen modern
secara struktural dan bagian integral dari suatu organisasi, artinya PR
bukanlah merupakan fungsi terpisah dari fungsi kelembagaan atau organisasi
tersebut. Dikaitkan dengan pemahaman manajemen humas apabila ditinjau dari segi
fungsi manajemen dan proses dalam kegiatan komunikasi, maka pada umumnya
manajemen humas melalui fungsi dari beberapa tahapan berikut:
a. Perencanaan
(Planning)
b. Pengorganisasian
(Organizing)
c. Pengkomunikasian
(Communicating)
d. Pengawasan (Controlling)
e. Penilaian
(Evaluating)
Dan akhirnya Public Relations PT
Lapindo Brantas tidak bisa memperbaiki citra perusahaan PT Lapindo Brantas
tersebut, masyarakat tetap memandang negatif perusahaan tersebut. Masyarakat
sekarang cenderung lebih kritis dalam menilai dan memilah mana berita yang
benar dan berita yang tidak benar. Walaupun PT Lapindo Brantas sudah dibantu
oleh berbagai media penyiaran yang dimiliki oleh Bakrie Group tetapi tetap saja
PR PT Lapindo dinilai gagal dalam membentuk citra positif perusahaan PT Lapindo
Brantas. Untuk menciptakan citra positif kepada publik tidak seharusnya
praktisi PR memberikan pernyataan yang tidak sesuai dengan faktanya dan melanggar
kode etik Public Relations yang sudah dibuat.